Profil Seniman asal Bandung yang Jadi Konsultan HKI: Belinda Rosalina

Cantik, enerjik, pintar, dan humoris. Semua itu ada dalam diri Belinda Rosalina. Kecintaannya pada semua hal yang berbau seni seperti tak bisa dipisahkan. Bagi ibu dua anak ini, seni sudah menjadi bagian dari hidup. Seni pula yang mengantarkannya menjadi seorang konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Ini, sekaligus meneruskan pekerjaan ibu dan kakeknya yang juga berprofesi sebagai konsultan di bidang yang sama.

Bagi Belinda, menjadi konsultan merupakan pekerjaan yang mulia. Ia merasa bisa memberikan sesuatu kepada orang yang sedang membutuhkan solusi. Dalam tugasnya sehari-hari sebagai konsultan HKI, wanita yang biasa disapa Ocha ini berusaha menjembatani kebutuhan klien-kliennya, baik seniman atau perusahaan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan jiwa seni yang menempel pada dirinya, ia ingin sekali melindungi hasil karya para seniman dan arsitektur.

“Saya melihat masih banyak copyright dari para seniman atau arsitektur kita yang dirugikan. Karena itu, saya ingin sekali membantu mereka,” kata alumnus Universitas Indonesia dan Melbourne University ini.
Niat itu tentu perlu dihargai. Apalagi untuk teman yang berprofesi sebagai seniman atau arsitek, Ocha mengaku tidak men-charge harga khusus dalam berkonsultasi. Tapi sayangnya, kata dia, banyak seniman atau arsitek yang enggan berurusan dengan hukum sehingga membiarkan hasil karyanya ditiru atau dijiplak mentah-mentah orang lain.

Fenomena itulah yang mendorong Ocha membuat disertasi yang berjudul “Perlindungan Karya Arsitektur Berdasarkan Hak Cipta”. Selain dipersembahkan untuk mendiang kakaknya, Janink Radjendra yang berprofesi sebagai arsitektur, disertasi itu dibuat untuk menghargai seniman yang biasanya lemah jika dihadapkan dengan hukum. Ia memandang perlunya penjabaran Undang-Undang Hak Cipta yang bisa memproteksi karya arsitektur dan seniman. “Hal itu untuk melindungi dan menghormati apa yang sudah menjadi kebiasaan di dunia tersebut,” ujar wanita yang senang melukis ini.

Tak bisa dipungkiri, saat ini banyak sekali produk-produk tiruan yang membanjiri pasar di Tanah Air. Ocha mengaku miris melihat hal tersebut. Tapi sebagai konsultan HKI, dirinya cenderung tidak bisa berbuat banyak. Meski demikian, tak jarang, ia berinisiatif menginformasikan hal itu kepada si pemilik merek. Tapi hasilnya, ya itu tadi, mereka malas berurusan dengan hukum dengan alasan beda market.

Mungkin karena menyukai seni, Ocha terbilang orang yang cuek. Hal itu bisa dilihat dari gaya bicara dan penampilannya. Tapi di balik semua itu, wanita berzodiak taurus ini memiliki otak encer. Apalagi kalau sudah bicara soal HKI. Terakhir, ia didaulat menjadi ahli dalam perkara perebutan logo antara Yayasan Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia Baru vs Dicky Derk Ngelyaratan dan Departemen Hukum dan HAM RI (Putusan No.55/Hak Cipta/2010/PN.NIAGA.JKT.PST).


“Biasanya kan yang jadi ahli itu profesor. Tapi saya senang bisa mengaplikasikan ilmu saya, meski masih seorang doktor,” ujar istri Seno ini.
Kecerdasannya juga dituang ke dalam artikel di beberapa media dan berbentuk buku, seperti Klinik Hak Kekayaan Intelektual, Kompilasi Hukum Telematika (Edmond Makarim)–“Perlindungan Hukum terhadap Metode Bisnis”, Analisa Untung Ruginya Meratifikasi Madrid Protokol, Arsitek, Lindungilah Karyamu (Bisnis Indonesia).

Kemudian, Perlindungan Karya Arsitektur Berdasarkan Hak Cipta – Penerbit Alumni, dan beberapa tulisan lain yang beberapa di antaranya dimuat di hukumonline. Selain itu, menjadi pembicara di berbagai seminar, seperti di LK2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Telkomsel, dan di Fakultas Hukum Universtas Padjajaran Bandung.

Sempat Ingin Jadi Arsitek

Melukis adalah hobi utama wanita kelahiran Jakarta, 32 tahun silam ini. Ocha selalu menyelipkan gambar bunga mawar dalam lukisannya. Hobi ini dilakoninya sejak tahun 1995. Bahkan, ia sempat mengadakan pameran tunggal pada tahun 1996 di Crown Plaza dan mengikuti pameran lukisan di berbagai tempat lainnya. Selain itu, ia juga hobi membuat novel dan memasak.

Dari empat bersaudara, Ocha adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga. Oleh sebab itu, ia sangat disayangi meski terkadang suka berdebat dengan dengan saudara-saudaranya. Jadi jangan heran, semua abangnya menganggap dirinya sok tahu. Tapi begitulah Ocha. Jika punya keinginan akan sulit membendungnya. “Pokoknya, apa yang ada di tangan saya harus menjadi sesuatu yang bermanfaat,” tegasnya.

Hobi lain yang senang digeluti Ocha adalah design interior. Jika penasaran dengan karyanya yang satu ini, Anda bisa berkunjung ke BellaRosa Gallery. Galeri ini dibuat atas kerja sama antara dirinya dengan sang ibu, yang mengiklaskan dua rumah miliknya untuk ‘diobrak-abrik’ oleh Ocha. Mayoritas interior yang dibuatnya berwarna merah, emas dan hitam. Maklum, ketiga warna ini adalah kesukaannya.

Merasa lebih cocok jadi designer dan pelukis, Ocha mengaku, pada awalnya dia ingin sekali menjadi arsitek. Dia pernah mendapat beasiswa ke Perancis untuk kuliah seni. Namun, sang ibu tak menghendaki keinginan putri bungsunya tersebut. Amalia Rooseno menginginkan agar anaknya kuliah di Fakultas Hukum. “Saya terpaksa ikutin kemauan ibu saya waktu itu,” tuturnya polos.

Lepas SMA, Ocha mencoba ikut Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Meski mengaku tak terlalu serius mengikuti ujian, ia merasa heran dirinya bisa diterima di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Rasa senang pasti ada. Apalagi, bisa diterima di universitas favorit saat itu. Tapi dasar Ocha, lantaran sulit meninggalkan hasratnya untuk menjadi seniman, nilai kuliah di semester I jadi berantakan. Sang ibu marah saat itu dan mengancam akan menyekolahkannya ke Australia.

Sejak itu, Ocha mulai serius mengikuti semua mata kulaih yang diambilnya. Saking seriusnya, dia mampu menyelesaikan S1 selama 3,5 tahun. Belum lagi, predikat lulusan terbaik disandang oleh wanita yang mengaku suka dengan hewan kuda ini. Kemudian, ia melanjutkan kuliah hukum di Melbourne University, Australia. Tak perlu waktu lama baginya untuk menyelesaikan studi di sana. Ia dinyatakan lulus S2 dalam jangka waktu 1,5 tahun. Setelah menikah dan melahirkan anak pertama, ia melanjutkan S3 di Universitas Indonesia dan lulus 5 tahun kemudian.

“Mungkin saya orang yang beruntung. Padahal, keinginan dasar saya ke sana sebenarnya hanya ingin les bahasa Inggris. Sebelumnya, bahasa Inggris saya tidak terlalu bagus,” kisahnya.

Setelah terbiasa mempelajari ilmu hukum, terutama soal HKI, Ocha akhirnya menikmati dan memutuskan untuk menjadi pengacara dan konsultan HKI. Untuk yang satu ini, jelas, sang ibu memberi dukungan. Apalagi, ibu dan kakeknya bergelut di bidang yang sama sebelumnya. Di perusahaan keluarga, AMROOS & PARTNERS LAW FIRM yang berganti nama menjadi Law Firm AMR PARTNERSHIP, Ocha dipercaya sebagai Manager. Sebanyak 80 persen kliennya adalah perusahaan asing. “Saya akhirnya menyukai bidang ini karena nggak jauh-jauh amat sama seni. Yang dibahas tentang merek, hak cipta, paten, desain industri, dan lain-lain,” tukasnya.

Di luar kantor, Ocha aktif mengikuti berbagai organisasi. Ia terlibat di Asean Patent Attorney Association-Indonesia (APAA-Indonesia) sebagai bendahara. Dia juga dipercaya menjadi Deputi Biro Kerjasama Antar Lembaga di Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI).

sumber:http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d1862a8b39b9/belinda-rosalina-seniman-yang-menjadi-konsultan-hki

Related

Artikel HKI 5929267260765520089
item